29 Juni 2012

Makna, Hukum, dan Tujuan Perkawinan

A. MAKNA PERKAWINAN 

Pengertian Secara Bahasa 

Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan. Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya): 

“Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)” (Q.S At-Takwir : 7) 

dan firman-Nya tentang nikmat bagi kaum mukminin di surga, yang artinya mereka disatukan dengan bidadari : 

“Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik lagi bermata jeli (Q.SAth-Thuur : 20) 

Karena perkawinan menunjukkan makna bergandengan, maka disebut juga “Al¬-Aqd, yakni bergandengan (bersatu)nya antara laki-laki dengan perempuan, yang selanjutnya diistilahkan dengan “zawaaja�?. 

27 Juni 2012

Menikah dengan Selain Muslimin dan Muslimah

Kami ingin menjelaskan hukum syar’i tentang perkawinan perempuan muslimah dengan lelaki non-muslim dan sebaliknya sebab perkawinan ini berkaitan dengan syarat-syarat dan hukum-hukumnya. Penjelasan adalah sebagai berikut: 

Perkawinan Muslimah dengan Lelaki Non-Muslim 

Sudah diketahui secara syar’i bahwasanya tidak boleh bagi seorang muslimah untuk kawin dengan lelaki non-muslim secara mutlak apapun agama dan keyakinannya termasuk ahlul kitab. Kalau hal ini terjadi maka perkawinannya tidak syah atau batil. Dan tidak mengakibatkan satu hukumpun dari hukum-hukum perkawinan, sehingga tidak ditetapkan nasab anak kepada bapaknya, dan tidak saling mewarisi setelah kematian salah satunya. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala : 

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, sekalipun dia menarik hatimu. ” (QS. Al-Baqarah : 221) 

23 Juni 2012

Wanita Yang Sebaiknya Engkau Cari

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman 

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21) 

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya (3/473) : 

“Termasuk kesempurnaan rahmat Allah Subhaanahu wa Ta’ala kepada anak Adam: Dia jadikan istri-istri mereka dari jenis mereka sendiri. Dan ditumbuhkan antara mereka “mawaddah” yaitu cinta dan “rahmah” yaitu kasih sayang. Karena seorang laki-laki menahan seorang wanita untuk tetap menjadi istrinya bisa karena ia mencintai wanita tersebut atau karena ia iba dan kasihan terhadapnya, dimana ia telah mendapatkan anak dari wanita tersebut atau wanita itu butuh padanya untuk mendapatkan belanja atau karena kedekatan di antara keduanya dan alasan selain itu.” 

“ Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “ 

Abdullah bin Amr ibnul Ash rahimahullah mengkhabarkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim) 

21 Juni 2012

Pentingnya Ilmu Dalam Pernikahan

Ida & Ummu Ishaq Zulfa Husein 

Pernikahan adalah hal yang fitrah….. didambakan oleh setiap orang yang normal, baik itu laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh. Dan disyariatkan oleh Islam, sebagai amalan sunnah bagi yang melaksanakannya. 

Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan rasa saling tertarik kepada lawan jenis dan saling membutuhkan, sehingga dengan itu saling mengasihi dan mencintai untuk mendapatkan ketenangan dan keturunan dalam kehidupannya. Bahkan pernikahan adalah merupakan rangkaian ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang di dalamnya banyak terdapat keutamaan dan pahala besar yang diraih oleh pasangan tersebut. 

Walaupun demikian, banyak kita jumpai pada saudara-saudarai kita tealah salah menilai suatu pernikahan, bahkan di kalangan mereka tidak mengerti ilmu sekalipun.Langkah awal melakukan pernikahan didasari karena ingin lari dari suatu problem yang sedang dialami. Sebagai contoh kasus dibawah ini: 

19 Juni 2012

Mawaddah, Mahabbah dan Rahmah

Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah 

Perasaan cinta kepada pasangan hidup kita terkadang mengalami gejolak sebagaimana pasang surut yang dialami sebuah kehidupan rumah tangga. Tinggal bagaimana kita menjaga tumbuhan cinta itu agar tidak layu terlebih mati. 

Satu dari sekian tanda kebesaranNya yang agung, Allah Subhaanahu wa Ta’ala menjadikan anak Adam ‘alaihis salam memiliki pasangan hidup dari jenis mereka sendiri, sebagaimana kenikmatan yang dianugrahkan kepada bapak mereka Adam ‘alaihis salam. Di saat awal-awal menghuni surga, bersamaan dengan limpahan kenikmatan hidup yang diberikan kepadanya, Adam ‘alaihis salam hidup sendiri tanpa teman dari jenisnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala pun melengkapi kebahagiaan Adam dengan menciptakan Hawa sebagai teman hidupnya, yang akan menyertai hari-harinya di surga nan indah. 

Hingga akhirnya dengan ketetapan takdir yang penuh hikmah, keduanya diturunkan ke bumi untuk memakmurkan negeri yang kosong dari jenis manusia (karena merekalah manusia pertama yang menghuni). Keduanya sempat berpisah selama beberapa lama karena diturunkan pada tempat yang berbeda di bumi. (Al-Bidayah wan Nihayah, 1/81). Mereka didera derita dan sepi sampai Allah Subhaanahu wa Ta’ala mempertemukan mereka kembali. 

17 Juni 2012

Proses Syar’i Sebuah Pernikahan

Penulis: Al-Ustadz Abu Ishaq Muslim 

Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran kawula muda di masa sekarang. 

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih. Berikut ini kami bawakan perinciannya:

1. Mengenal calon pasangan hidup 

Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Tentunya proses kenal-mengenal ini tidak seperti yang dijalani orang-orang yang tidak paham agama, sehingga mereka menghalalkan pacaran atau pertunangan dalam rangka penjajakan calon pasangan hidup, kata mereka. Pacaran dan pertunangan haram hukumnya tanpa kita sangsikan. 

Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki/si wanita. 

15 Juni 2012

Ta’aruf Syar’i, Solusi Pengganti Pacaran


Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari 

Pertanyaan:
1. Apabila seorang muslim ingin menikah, bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dalam Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan (lelaki) mengungkapkan perasaannya (sayang atau cinta) kepada akhwat (wanita) calon istrinya? 

Jawab : 

13 Juni 2012

Makanan Halal & Haram Dari A Sampai Z

Termasuk di antara keluasan dan kemudahan dalam syari’at Islam, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menghalalkan semua makanan [1] yang mengandung maslahat dan manfaat, baik yang kembalinya kepada ruh maupun jasad, baik kepada individu maupun masyarakat. Demikian pula sebaliknya Allah mengharamkan semua makanan yang memudhorotkan atau yang mudhorotnya lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad, yang mana baik atau buruknya keempat perkara ini sangat ditentukan -setelah hidayah dari Allah- dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia yang kemudian akan berubah menjadi darah dan daging sebagai unsur penyusun hati dan jasadnya. Karenanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda:

“Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu yang haram maka neraka lebih pantas untuknya”.

Makanan yang haram dalam Islam ada dua jenis:
1. Ada yang diharamkan karena dzatnya. Maksudnya asal dari makanan tersebut memang sudah haram, seperti: bangkai, darah, babi, anjing, khamar, dan selainnya.
2. Ada yang diharamkan karena suatu sebab yang tidak berhubungan dengan dzatnya. Maksudnya asal makanannya adalah halal, akan tetapi dia menjadi haram karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri, upah perzinahan, sesajen perdukunan, makanan yang disuguhkan dalam acara-acara yang bid’ah, dan lain sebagainya.

Satu hal yang sangat penting untuk diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa apa-apa yang Allah telah halalkan berupa makanan, maka disitu ada kecukupan bagi mereka (manusia) untuk tidak mengkonsumsi makanan yang haram.

[Muqaddimah Al-Luqothot fima Yubahu wa Yuhramu minal Ath'imah wal Masyrubat dan muqaddimah Al-Ath'imah karya Al-Fauzan]

11 Juni 2012

Mitos Syirik Gunung Salak

(Tanggapan terhadap artikel: misteri gunung Salak, burung pun bisa jatuh di atas makam Syekh) 

Bukannya mengambil hikmah dari kecelakaan Sukhoi dengan bertobat dari kemaksiatan dan dosa, seorang “pemuka” di kaki gunung salak, desa palasari, Cijeruk malah menganjurkan makam Syekh Hasan dikukuhkan sebagai tempat ziarah. “Perlu semacam ada pengukuhan makam Syekh Hasan menjadi tempat ziarah” kata Habib Mukhsin Barakbah. 

Musibah Sukhoi dan Makam Syekh Hasan 

Allah yang maha bijak telah menetapkan bahwa segala sesuatu ada sebabnya. Apakah berdasarkan dalil syar’i atau kauni. Al Qur’an misalnya adalah sebab syar’i bagi kesembuhan, bagitu pula madu, habbatsauda’, air zamzam, semuanya adalah sebab kesembuhan berdasarkan dalil Al Qur’an dan hadits yang shahih. Begitu pula api yang merupakan sebab kauni untuk membakar, dan seterusnya. 

Tapi hubungan sebab-akibat bisa tidak berfungsi apabila Allah menghendaki. Berapa banyak obat yang diyakini sebagai sebab kesembuhan tapi tidak berfungsi pada sebagian orang, seperti api yang tidak berfungsi ketika digunakan untuk membakar nabi Ibrahim Alaihissalam. 

9 Juni 2012

Turunnya Isa bin Maryam ‘alaihissalam Pertanda Akhir Zaman

وَإِن مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَّا لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ ۖ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا

“Tidak ada seorang pun di antara ahli kitab yang tidak beriman kepadanya (Isa) menjelang kematiannya. Dan pada hari kiamat, dia (Isa) akan menjadi saksi mereka.” (An-Nisa`: 159)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
Ãóåúáö ÇáúßöÊóÇÈö
Yang dimaksud ahli kitab adalah Yahudi dan Nashara, sebagaimana disebutkan jumhur (mayoritas) ulama. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi kaum Majusi, apakah mereka termasuk ahli kitab atau bukan. Ada dua pendapat dalam hal ini, dan yang shahih bahwa mereka tidak termasuk kalangan ahli kitab. Dan pendapat ini dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu. (Lihat Syarh Al-Masa`il Al-Jahiliyyah, karya Yusuf bin Muhammad As-Sa’id, 1/83-85)
ÞóÈúáó ãóæúÊöåö
“Sebelum matinya.” Kata ganti pada “matinya” ada kemungkinan kembali kepada ahli kitab. Sehingga makna ayat ini adalah setiap dari ahli kitab yang menghadapi kematian dan menyaksikan perkara tersebut secara hakiki, maka dia akan beriman kepada Isa ‘alaihissalam dan menyatakan bahwa beliau adalah Rasul Allah. Namun keimanan tersebut tidaklah bermanfaat, sebab hal itu adalah iman yang terpaksa saat mendekati kematiannya. Sehingga kandungan ayat ini adalah ancaman terhadap mereka dan agar mereka tidak terus-menerus berada di atas keyakinan batilnya, yang nantinya mereka akan menyesal sebelum matinya.

7 Juni 2012

Mengenal Imam Mahdi – Nama dan Nasabnya, Sifat Fisiknya, Waktu dan Proses Munculnya

Syariat sejatinya telah gamblang menjelaskan definisi dan menyuguhkan gambaran akan sosok Al-Imam Al-Mahdi. Namun bersemainya penyimpangan tak pelak menjadikan gambaran Al-Imam Al-Mahdi itu menjadi kabur. 

Beriman akan Munculnya 

Telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimani segala yang diberitakan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana ini menjadi konsekuensi persaksian kita: “Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَيُؤْمِنُوا بِي وَبِمَا جِئْتُ بِهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ 

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar melainkan Allah dan agar mereka beriman kepada apa yang kubawa. Bila mereka melakukan itu maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya. Adapun perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Shahih, HR. Muslim, Kitabul Iman Bab Al-Amru bi Qitalin Nas Hatta.) 

5 Juni 2012

Ya’juj dan Ma’juj Sudah Muncul?

Ya`juj dan Ma`juj, bangsa yang nanti akan muncul menjelang hari kiamat memang sudah ada sekarang di sebuah wilayah yang dipagari oleh sebuah “benteng”. Namun benarkah mereka telah berhasil menembus dinding besi dan tembaga yang mengisolir mereka selama ini kemudian mewujud dalam bangsa yang mendiami wilayah Rusia dan negara negara pecahan Soviet di Asia Tengah dan sebagian Eropa? Dan benarkah mereka adalah bangsa Mongol (Tartar)? Asyrathus Sa’ah ( أَشْرَاطُ السَّاعَةِ) mengandung pengertian asy-syarthu ( الشَّرْطُ) yang bermakna tanda (al-‘alamah). Bentuk jamaknya asyrath ( أَشْرَاطٌ ). Tanda sesuatu adalah permulaannya. Misal, seorang komandan, berarti dia adalah orang yang di depan memimpin pasukan (bawahannya). Sedangkan kata as-sa’ah ( السَّاعَةُ ) secara bahasa memiliki makna satu bagian dari bagian-bagian malam dan siang.    Bentuk jamaknya sa’at ( سَاعَاتٌ ) dan sa’a ( سَاعَ ).

3 Juni 2012

Imam Mahdi adalah Keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Dari Abdullah (yakni Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, pent.) berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan sirna (berakhir) dunia ini sampai ada seorang laki–laki dari keluargaku yang akan memimpin bangsa Arab, namanya sesuai dengan namaku.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud rahimahullahu no. 4282, lihat Sunan Abu Dawud ta’liq Asy-Syaikh Albani rahimahullahu (cet. Maktabah Al-Ma’arif), dan Al-Imam At–Tirmidzi rahimahullahu no. 2156, lihat Mausu’atul Haditsisy Syarif Al-Kutubut Tis’ah (CD Program).

Hadits ini merupakan potongan dari sebuah hadits yang selengkapnya adalah sebagai berikut:

Dari Abdullah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Kalau saja tidak tersisa dari dunia ini kecuali sehari saja, (Za`idah berkata dalam haditsnya) sungguh Allah akan memanjangkan hari tersebut sampai Allah mengutus kepadanya seorang laki-laki dari keturunanku atau dari keluargaku. Namanya sesuai dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku.”
Terdapat tambahan pada hadits Fithr: “Yang akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) dunia telah dipenuhi dengan kedzaliman dan kelaliman.”
Dan berkata pada hadits Sufyan: “Tidak akan berakhir dunia ini sampai ada seorang dari keluargaku yang akan memimpin bangsa Arab, namanya sesuai dengan namaku.”
Abu Dawud mengatakan: “Lafadz (hadits) dari jalan ‘Umar dan Abu Bakr semakna dengan jalan yang berasal dari Sufyan dan dalam hal ini hanya saja Abu Bakr tidak mengatakan/menyebutkan: lafadz ÇáúÚóÑóÈó.

1 Juni 2012

Mahdi, yang Diimani dan Dinanti

Keyakinan terhadap Imam Mahdi adalah salah satu tonggak penting dari pilar-pilar keimanan yang mesti kita imani. Sebab, kemunculannya di penghujung zaman menjadi salah satu penanda besar akan datangnya hari kiamat. Tinggal bagaimana kita menerjemahkan keyakinan itu dalam bingkai akidah yang lurus. 

Bagi seorang muslim, tentu bukan satu yang asing bila disebutkan kepadanya tentang rukun-rukun iman. Sudah menjadi tradisi dalam lingkup pendidikan Islam, rukun-rukun iman diajarkan bahkan dihafal semenjak usia bocah. Rukun-rukun iman merupakan perwujudan dari dasar-dasar akidah Islam. Salah satu unsur dalam rukun-rukun iman tersebut yaitu adanya keimanan terhadap Hari Akhir. 

Beriman kepada Hari Akhir merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda keimanan kepada perkara ghaib. Satu perkara yang sulit dijangkau oleh akal, ilmu pengetahuan, dan hanya bisa melalui pendekatan keimanan yang sempurna melalui pemahaman nash dari jalan wahyu. 

Masalah Hari Akhir ini merupakan perkara yang teramat penting. Ayat-ayat dalam Al-Qur`an pun banyak mengangkat tema ini saat membicarakan masalah yang bersifat keimanan. Sebagai misal: 

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ… 

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Akhir….” (Al-Baqarah: 177)