31 Juli 2012

Peringatan Bagi yang Tergesa-gesa Untuk Berpoligami

- Apakah Disunnahkan poligami dalam Islam ?

- Sebuah Petikan Tentang Keadilan Salaf

- Peringatan bagi yang Tergesa-gesa

Allah Ta’ala berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil [265], Maka (kawinilah) seorang saja [266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS. An Nisa’ : 4)

29 Juli 2012

Padamnya Rasa Cemburu

Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Cemburu, asal tidak berlebihan, merupakan salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki pasangan suami istri. Sayangnya, kerusakan moral atas nama modernitas telah mengikis rasa cemburu itu. Walhasil, pintu perselingkuhan pun terbuka lebar hingga berujung pada runtuhnya bangunan rumah tangga.
Banyak kita jumpai fenomena di mana seorang suami tidak lagi merasa berat hati bila melihat istrinya keluar rumah berdandan lengkap dengan beraneka polesan make-up di wajah. Sang istri datang ke pesta, ke pusat perbelanjaan, ataupun ke tempat kerja hanya dengan pakaian ‘sekedarnya’ yang memperlihatkan auratnya. Tak cuma itu, keluarnya istri dari rumah pun seringkali hanya ditemani sopir pribadinya.
Hati suami seakan tak tergerak. Darahnya pun seolah tidak mendidih melihat semua itu. Justru terselip rasa bangga bila istrinya dapat tampil cantik di hadapan banyak orang. Parahnya lagi, dia tetap merasa tenang ketika ada lelaki lain yang mendekati istrinya dan berbicara dengan nada akrab. Bahkan sekali lagi dia merasa bangga bila lelaki lain itu mengagumi kecantikan istrinya.

27 Juli 2012

Halilintar Kepada Penolak Poligami

Pembaca yang budiman, sudah dimaklumi bahwa momentum peringatan Hari Kartini setiap 21 April oleh banyak kalangan dijadikan kesempatan untuk menyuarakan kembali isu persamaan gender. Dengannya mereka menikam syariat yang suci. Dan di antara yang sering menjadi sorotan manusia-manusia tidak beradab tersebut adalah syariat poligami. Maka dalam rangka menjelaskan kebenaran dan membungkam “celotehan” kami turunkan tulisan seorang pemuka ulama Universitas Al Azhar Cairo Mesir di zamannya Asy-Syaikh Ahmad Syakir yang membantah celotehan penyeru “emansipasi wanita” dan pembela ajaran “persamaan gender” seolah-olah beliau hidup di zaman kita membantah orang-orang yang mengatakan: “poligami bukan sunnah” –lalai atau belagak bodo bahwa sunnah dimaksud adalah ajaran Nabi Shallallahu `Alaihi Wasallam-, atau mengatakan: “poligami bukan ajaran Islam” –karena nekat ingin memperdaya kaum muslimin awam- dan ucapan-ucapan yang lainnya yang bersumber dari keawaman yang dibungkus dengan bahasa yang sepertinya ilmiyah. Hasbunallahu wa ni’mal wakiil.

25 Juli 2012

Wandu (Wanita Durhaka)

Tak ada gading yang tak retak. Mungkin pribahasa ini sudah sering terlintas di telinga kita. Kandungan pribahasa ini sering kita jumpai dalam kehidupan kita. Apalagi dalam kehidupan berumah tangga yang penuh dengan problema. Awalnya, semua terasa indah. Namun ketika badai menghadang, petir-petir kemarahan menyambar, awan pekat menyelimuti, tangis pilu mengiris hati; membuat semuanya berubah. Semuanya harus diterima sebagai sunnatullah. Kadang kita menangis, dan terkadang kita tertawa. Semua itu berada di bawah kehendak Allah -Subhanahu wa Ta’la- .

Kehidupan berumah tangga akan indah, jika masing-masing anggotanya mendapat ketentraman. Sedang ketentraman akan terwujud jika sesama anggota keluarga saling menghargai, dan memahami tugas masing-masing. Namun, tatkala hal tersebut tidak ada, maka alamat kehancuran ada di depan mata. Diantara penyebab hancurnya keharmonisan itu adalah durhakanya seorang istri kepada suaminya. Maka, pada edisi kali ini kita akan membahas bahaya istri yang durhaka.

23 Juli 2012

Kewajibanmu Dalam Keluarga

Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Dalam Islam, peran domestik kaum istri memiliki kedudukan yang sangat mulia. Namun musuh-musuh Islam terus berusaha meruntuhkan sendi dasar rumah tangga ini dengan menggalang berbagai opini menyesatkan. “Pemberdayaan perempuan”, “kesetaraan gender”, “kungkungan budaya patriarkhi” adalah sebagian propaganda yang tiada henti dijejalkan di benak wanita-wanita Islam.

Islam, oleh musuh-musuhnya, dituding sebagai ajaran yang tidak sensitif gender. Posisi wanita dalam Islam, menurut mereka, selalu termarginalkan atau terpinggirkan dalam lingkungan yang didominasi dan dikuasai laki-laki.
Permasalahan yang sering ‘diserang’ kaum feminis dan aktivis perempuan anti Islam adalah peran istri/ ibu dalam mengurusi tugas-tugas kerumahtanggaan. Oleh mereka, peran ibu yang hanya mengurusi tugas-tugas domestik hanya akan menciptakan ketidakberdayaan sekaligus ketergantungan istri terhadap suaminya.
Juga dikesankan bahwa wanita yang hanya tinggal di rumah adalah pengangguran dan menyia-nyiakan setengah dari potensi masyarakat. Propaganda ini didukung oleh opini negatif yang berkembang di masyarakat di mana wanita selama ini tak lebih dari sekedar “konco wingking”, wanita tak lepas dari “dapur, kasur, dan sumur”, “masak, macak, manak“, dan sebagainya. Oleh karena itu, agar wanita bisa “maju”, para wanita harus direposisi dalam ruang publik yang seluas-luasnya.

21 Juli 2012

Permasalahan Rumah Tangga, Sebuah Kemestian

Al-Ustadzah Ummu Ishaq Zulfa Husein Al-Atsariyyah

Sedikit sekali rumah tangga yang selamat dari lilitan perselisihan di antara anggotanya, khususnya di antara suami istri. Karena yang namanya berumah tangga, membangun hidup berkeluarga, dalam perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan, kecil ataupun besar, sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang muncul ini dapat memicu perselisihan dalam rumah tangga yang bisa jadi berujung dengan pertengkaran, kemarahan dan keributan yang tiada bertepi, atau berakhir dengan damai, saling mengerti dan saling memaafkan.

Sampai pun rumah tangga orang-orang yang memiliki keutamaan dalam agama ini, juga tidak lepas dari masalah, perselisihan, pertengkaran, dan kemarahan. Namun berbeda dengan orang-orang yang tidak mengerti agama, orang yang memiliki keutamaan dalam agama tidak membiarkan setan menyetir hingga menjerumuskannya kepada apa yang disenangi oleh setan. Bahkan mereka berlindung kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dari makar setan, berusaha memperbaiki perkara mereka, menyatukan kembali kebersamaan mereka dan menyelesaikan perselisihan di antara mereka.

19 Juli 2012

Sifat-sifat yang Dituntut dalam Meminang dan Menerima Pinangan

Ketika pemuda dan pemudi menginjak remaja maka mulailah dalam pikirannya terbetik kriteria-kriteria dan sifat-sifat siapa calon pendampingnya untuk menjadi isterinya pada suatu hari nanti. 

Dan pandangan orang terhadap sifat-sifat itu berbeda-beda, sesuai dengan taraf pendidikannya yang dia tumbuh padanya. Maka sebagian mereka ada yang membuat kriteria, yang meliputi beberapa syarat seperti bentuk badan tingginya, warna kulitnya, warna mata. Dan diantara mereka ada yan mensyaratkan dari sisi hartanya, kekayaannya, nasab dan lain-lain. 

Dan semua syarat-syarat ini dalam kenyataannya dituntut dan disukai, juga tidak dilarang untuk mencari orang yang demikian itu. Akan yang lebih baik dari itu semuanya adalah agamanya. Dalilnya yang diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda : 

“Dinikahi wanita karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka utamakanlah yang punya agama sehingga kamu akan beruntung.�? 

17 Juli 2012

Berlebih-lebihan dalam Mahar

Berlebih-lebihan dalam mahar termasuk problem terbesar yang menghalangi pemuda dan pemudi dari pernikahan. Padahal seorang laki-laki rindu untuk berdampingan dengan seorang wanita sebagai istrinya. Dan sebaliknya, seorang wanita rindu untuk berdampingan dengan seorang lelaki sebagi suaminya. Akan tetapi mahalnya mahar menjad rintangan terbesar bagi keduanya. 

Bahkan para pemudi telah menjadi barang dagangan yang diperdagangkan oleh ayah-ayah mereka sekehendaknya. Maka bertakwalah kepada Allah wahai Ayah, apakah engkau senang putrimu serupa dengan kambing yang diperjualbelikan? Bertakwalah kepada Allah karena putrimu adalah amanah yang diletakkan di lehermu, engkau akan ditanya tentangnya pada hari kiamat nanti. 

Ahlussunnah wal Jama’ah, mereka telah memberikan peringatan terhadap perkara ini, mengarahkan dan memberikan nasehat 

“Siapa yang membuat sunnah yang baik dalam Islam, maka dia mendapatkan pahala karenanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun�? 

15 Juli 2012

Siapa Saja Mahram itu?

Ada beberapa pertanyaan yang masuk seputar permasalahan muhrim, demikian para penanya menyebutnya, padahal yang mereka maksud adalah mahram. Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun, mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Sedangkan mahram bahasa Arabnya adalah mahramun, mimnya di-fathah. 

Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram. 

Mahram sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, dan mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan). 

13 Juli 2012

Wajibnya Mahar dalam Pernikahan

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman :
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya�? (QS. An Nisaa : 4) 

Berkata Al Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya : 

“Ayat ini menunjukkan wajibnya memberikan mahar kepada wanita yang dinikahi, dan ini perkara yang disepakati, tidak ada perselisihan di dalamnya. Kecuali pendapat yang diriwayatkan dari sebagian ahlul ilmi dari penduduk Iraq, mereka berkata, “Apabila seorang tuan menikahkan budaknya dengan budak wanitanya, maka dalam hal ini tidak wajib adanya mahar�?. Pendapat ini tidaklah teranggap karena Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman : 

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan�? (QS. An Nisaa : 4) 

11 Juli 2012

Menolak Nikah Paksa

Imam Bukhari rahimahullah membuat bab dalam shahihnya “Bab apabila seorang wanita dinikahkan oleh walinya dalam keadaan dia tidak suka, maka nikahnya itu tertolak�?. Kemudian beliau berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail, dia berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Abdurrahman ibnul Qasim dari bapaknya dari Abdurrahman dan Mujamma’, keduanya putra Yazid bin Jariyah,dari Khansa’ bintu Khidam Al Anshariyah. Khansa yang telah menjanda ini dinikahkan oleh ayahnya, namun dia tidak suka dengan pernikahan tersebut, maka dia mendatangi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengajukan perkaranya, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun menolak pernikahan tersebut. 

9 Juli 2012

Minta Izin dalam Menikahkan Wanita

Imam Bukhari rahimahullah membuat bab dalam kitab shahihnya: “Tidak boleh seorang ayah atau wali lainnya menikahkan gadis dan janda kecuali dengan keridhaannya�?. Kemudian Imam Bukhari berkata, “Telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Fadlalah, dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abi Salamah, bahwasanya Abu Hurairah mengkabarkan kepada mereka tentang sabda Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam : 

“Tidak boleh menikahkan seorang janda sampai dia diajak musyawarah (diminta pendapat) dan tidak boleh menikahkan seorang gadis sampai dimintai izinnya.�? 

Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya seorang gadis?�? Beliau berkata, “Dengan diamnya�?. 

7 Juli 2012

Makna dan Hukum Meminang

Al-Khitbah dengan dikasrah ‘kho”nya berarti pendahuluan “ikatan
pernikahan” yang maknanya permintaan seorang laki-laki pada wanita untuk dinikahi. Dan hal ini pada umumnya ada pada laki-laki. Maka yang memulai disebut “khoothoban�? (yang meminang) sedang yang lain disebut “makhthuuban�? (yang dipinang). 

Meminang itu sunnah sebelum akad nikah, karena Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam meminang untuk dirinya dan untuk yang lain. Dan tujuan meminang yaitu : mengetahui pendapat yang dipinang, apakah ada setuju atau tidak. Demikian juga untuk mengetahui pendapat walinya. 

Meminang itu akan mengungkap keadaan, sikap wanita itu dan keluarganya. Dimana kecocokan dua unsur ini dituntut sebelum akad nikah, dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menikahi seorang wanita kecuali dengan izin wanita tersebut, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata: telah bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : 

“Tidak dinikahi seorang janda kecuali sampai dia minta dan tidak dinikahi seorang gadis sampai dia mengijinkan (sesuai kemauannya), Mereka bertanya “Ya Rasulullah, bagaimana ijinnya ? Beliau menjawab ‘Jika dia diam‘.” 

5 Juli 2012

Mengapa Menikah ?


Sebelum kita memulai pembicaraan khususnya tentang masalah tersebut maka wajib atas kita untuk mengetahui secara yakin bahwa hukum-hukum syariat semuanya adalah dalil dan semuanya sesuai pada tempatnya, tidak ada darinya sedikitpun perkara yang sia-sia dan kebodohan. Demikian itu dikarenakan hukum-hukum tersebut berasal dari sisi Dzat yang Maha Hakim dan Maha Mengetahui, adapun bagi hukum yang ada pada kalian apakah semuanya bagi makhluk? Sesungguhnya kaum Adam sangat terbatas keilmuannya, pemikirannya dan akalnya sehingga tidak mungkin dia akan mengetahui segala sesuatunya dan tidak diilhamkan untuk mengetahui segala sesuatu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman: 

“…. dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit�?. (QS. Al Isra : 85)

3 Juli 2012

Syarat Penikahan

Termasuk dari keindahan aturan Islam dan kelembutan hukum-hukumnya yaitu menjadikan bagi semua akad adanya syarat dan aturan-aturan didalamnya, agar mudah untuk ditunaikan dan dijalankan secara berkelanjutan. Setiap akad memiliki beberapa syarat yang tidak akan sempurna akad tersebut melainkan dengan adanya syarat-syarat tersebut. Ini merupakan bukti yang jelas atas keadilan syariat dan kesempurnaannya dan bahwasanya syariat bersumber dari sisi Dzat yang Maha Bijak lagi Maha Mengetahui, Dia mengetahui apa yang baik bagi makhlukNya dan mensyariatkan bagi mereka apa yang menjadikan baik bagi agama dan dunia mereka. Sehingga tidaklah menjadikan hampa segala perkara tanpa adanya batasan-batasan baginya (segala perkara). Diantara akad-akad tersebut adalah akad nikah, oleh karena itu akad nikah memiliki beberapa syarat yang akan kami sebutkan, diantara yang paling pentingnya ialah sebagai berikut : 

1) Adanya keridhaan calon suami-istri: sehingga tidak sah pemaksaan terhadap pihak lelaki atas suatu pernikahan dengan wanita yang tidak dia kehendaki dan tidak sah pula pemaksaan terhadap pihak wanita atas suatu pernikahan dengan lelaki yang tidak dia kehendaki. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman : 

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewariskan seorang wanita dengan jalan paksa …..? (QS. An Nisaa : 19) 

1 Juli 2012

Hukum Pernikahan

Pernikahan jika ditinjau dari dzatnya ialah merupakan sebuah ritual yang disyariatkan dan sangat ditekankan (untuk dijalani) pada hak setiap orang yang memiliki syahwat dan mampu untuk melangsungkannya. Dan pernikahan adalah salah satu sunnah dari sunah-sunnahnya para rasul, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan?. (QS. Ar Ra’du : 38) 

Dan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam pun sungguh telah menikah dan menyatakan: 

“Sesungguhnya aku menikahi para wanita dan barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan dari golonganku?. (HR. Bukhari dan Muslim) 

Oleh karena itulah berkata para ulama: “Sesungguhnya pernikahan yang diiringi dengan syahwat adalah lebih utama dari ibadah-ibadah nawafil (sunnah)?. Hal ini dikarenakan akan menghasilkan banyak kebaikan serta dampak positif yang sebagiannya akan dijelaskan nanti insyaAllah.