Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
“Takutlah kalian terhadap perihal dua orang yang terlaknat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah dua orang yang terlaknat itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang buang air di jalanan manusia atau tempat berteduhnya mereka.” (HR. Abu Daud no. 25)
Dari Jabir dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ
اتَّقُوا اللَّاعِنَيْنِ قَالُوا وَمَا اللَّاعِنَانِ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي يَتَخَلَّى فِي طَرِيقِ النَّاسِ أَوْ ظِلِّهِمْ
“Takutlah kalian terhadap perihal dua orang yang terlaknat.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah dua orang yang terlaknat itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang buang air di jalanan manusia atau tempat berteduhnya mereka.” (HR. Abu Daud no. 25)
Dari Jabir dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِي الْمَاءِ الرَّاكِدِ
Adapun ia berjalan di atas tanah/jalanan dengan mengenakan pakaian tersebut maka hal itu tidaklah menjadi masalah, ia boleh shalat dengan mengenakan pakaian tersebut, terkecuali bila ia mengetahui dengan yakin bahwa pakaiannya itu terkena najis, maka ia harus menghilangkan najis tersebut dari pakaiannya, kemudian ia boleh shalat mengenakan pakaian tersebut. Adapun bila ia tidak tahu, apakah pakaiannya terkena najis atau tidak, maka hukum asal pakaian itu suci dan keberadaan pakaian itu terseret-seret di atas tanah atau permukaan bumi tidak menjadi masalah3 dan tidaklah dihukumi pakaian itu menjadi najis dengan semata-mata syak (keraguan apakah kena najis atau tidak), wallahu a’lam.” (Majmu’ Fatawa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, 1/215)